Prevalensi perokok dewasa usia 15 tahun keatas di dunia sebesar 24%, diastaranya laki-laki sebesar 40% dan 9% adalah perempuan. Sekitar 65% perokok di dunia berada di 10 negara dengan kontribusi terbesar adalah Cina, India, Indonesia, Rusia, dan USA, sisanya dari 5 negara lain seperti Jepang, Brasil, Banglades, Jerman dan Turki (WHO, 2008). Data WHO 2008, menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga untuk jumlah perokok terbesar dari jumlah perokok dunia dan nomor satu di ASEAN (4,8%) setelah Cina (30%) dan India (11,2%). Kementerian Kesehatan merilis hasil survei global penggunaan tembakau pada usia dewasa (Global Adult Tobacco Survey – GATS) yang dilaksanakan tahun 2011 dan diulang pada tahun 2021 dengan melibatkan sebanyak 9.156 responden. Dalam temuannya, selama kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada tahun 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada tahun 2021.
Hasil survei GATS juga menunjukkan adanya kenaikan prevalensi perokok elektronik hingga 10 kali lipat, dari 0.3% (2011) menjadi 3% (2021). Sementara itu, prevalensi perokok pasif juga tercatat naik menjadi 120 juta orang. Persentase keterpaparan asap rokok di beberapa tempat tempat umum seperti di restoran, rumah tangga, gedung pemerintah, tempat kerja, transportasi umum, dan bahkan di fasilitas pelayanan kesehatan juga terlihat masih tinggi. Temuan lainnya adalah rokok sangat berdampak pada sosial ekonomi masyarakat. Saat ini, rokok menjadi pengeluaran belanja terbesar kedua pada orang miskin, lebih tinggi dari belanja untuk makanan bergizi. Tetapi keinginan untuk berhenti merokok cukup tinggi yakni sebesar 63.4% dan sejumlah 43,8% yang berupaya untuk berhenti merokok.
Melihat kondisi di atas, kebiasaan merokok pada masyarakat Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan karena konsumsi rokok yang masih cenderung tinggi. Sementara beban biaya yang berkaitan dengan penyakit akibat rokok dan dapat menyebabkan terjadinya penyakit tidak menular (PTM) seperti gangguan pernapasan (PPOK, Asma ), Penyakit Jantung, Stroke dan Kanker Paru, dan ini bukan hanya dari biaya pengobatan tetapi juga biaya hilangnya hari atau waktu produktivitas. Dalam upaya berhenti merokok, ada beberapa metode diantaranya metode farmakologi dan non farmakkologi, untuk pelayanan kesehatan primer yang biasa digunakan adalah metode non farmakologi seperti self helf, terapi non farmakologi, terapi perilaku, konseling, hipnoterapi dan akupuntur. Salah satu upaya untuk melakukan pengendalian terhadap konsumsi rokok di fasilitas pelayanan kesehatan adalah dengan menyediakan layanan upaya berhenti merokok melalui konseling oleh tenaga kesehatan.
Dalam rangka meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam melaksanakan konseling upaya berhenti merokok adalah dengan pelatihan upaya berhenti merokok. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Padjadjaran Mitra Education Center (Parameter) bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, akan melaksanakan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) Bagi Tenga Kesehatan dalam Upaya Berhenti Merokok di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu berperan sebagai seorang konselor berhenti merokok di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta memiliki kompetensi sebagai berikut :
1. Melakukan KIE dampak konsumsi rokok bagi kesehatan,
2. Melakukan upaya berhenti merokok,
3. Melakukan konseling upaya berhenti merokok,
4. Melakukan pengukuran faktor risiko penyakit tidak menular akibat rokok,
5. Melakukan tindak lanjut upaya berhenti merokok
6. Melakukan pencatatan dan pelaporan konseling