Gangguan pendengaran dan ketulian menjadi fokus utama dalam pembangunan kesehatan nasional, seperti tercantum dalam Kepmenkes HK 01.07/Menkes/1989/2022. Pada 2021, sekitar 1,3 miliar orang di dunia mengalami disabilitas, dengan 430 juta di antaranya membutuhkan rehabilitasi untuk gangguan pendengaran. Diperkirakan pada 2050, lebih dari 700 juta orang akan mengalami gangguan ini, sebagian besar dari negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Di Indonesia, prevalensi disabilitas rungu mencapai 0,4% pada 2023, dengan 7,03% penyandang disabilitas adalah tuna rungu. Deteksi dini dan intervensi menjadi penting untuk memaksimalkan potensi anak dengan gangguan pendengaran. Strategi Sound Hearing 2030 bertujuan menurunkan angka kejadian gangguan pendengaran yang dapat dicegah hingga 90%, melalui deteksi dini, peningkatan akses layanan kesehatan, dan pelatihan bagi tenaga medis.
Oleh karena itu OJT ini bertujutuan untuk meningkatkan kapasitas dokter, perawat atau bidan dalam penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian. Dalam upaya meningkatkan kapasitas dokter dalam pelayanan kesehatan Penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian, maka dilakukan pelatihan peningkatan kompetensi dokter, dalam melakukan deteksi dini dan intervensi gangguan pendengaran dan ketulian.
Meningkatkan kompetensi peserta dalam implementasi deteksi dini dan tatalaksana dalam penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian
Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan peserta dapat: