Muncul dan menyebarnya bakteri resisten antibiotik (AMR= antimicrobial resistance) menimbulkan masalah dan ancaman nasional maupun global. Meningkatnya kesakitan, kematian, lama rawat inap dan biaya perawatan kasus infeksi bakteri resisten. Pelayanan kesehatan menjadi sulit dengan kualitas yang menurun, operasi kompleks seperti halnya cangkok organ, rekonstruksi, operasi pada anak anak atau usia lanjut berisiko munculnya komplikasi yang sulit diatasi. Penelitian model statistik prediktif memperkirakan 4.950.000 (3,62-6,57 juta) kematian berkaitan dengan infeksi bakteri resisten (AMR) dan 1.270.000 (95% UI 0,911–1,71 juta) kematian disebabkan langsung bakteri resisten (Lancet. 2022). Jim O' Neil meramalkan dampak AMR menyebabkan 10 juta kematian pertahun dan beban biaya US$. 100 Trilliun pada tahun 2050. Peningkatan prevalensi bakteri resisten di Indonesia terpantau melalui program surveillans dari 20 rumah sakit terpilih yang divalidasi oleh WHO sejak tahun 2019. Dengan indikator bakteri penghasil Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) yang dihasilkan oleh bakteri E coli dan K pneumoniae didapatkan peningkatan secara persisten dan pada tahun 2023 didapatkan prevalensi sebesar 71%. Kondisi ini terjadi akibat penggunaan antibiotik yang masih relatif tinggi di sebagian besar fasilitas pelayanan kesehatan dan penelitian penggunaan antibiotik pada tahun 2017 yang dilakukan Kemenkes ditemukan 70-80% penggunaan overuse dan misuse. Kementerian Kesehatan telah menetapkan Permenkes no. 8 tahun 2015 tentang pedoman program pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) di rumah sakit. Pada pasal 6 ayat 1 setiap rumah sakit harus melaksanakan PPRA secara optimal, dan pada pasal 11 disebutkan bahwa indikator mutu PPRA di rumah sakit, meliputi: 1) Perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik, 2) Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik, 3) Perbaikan pola kepekaan antibiotik dan penurunan pola resistensinya, 4) Penurunan angka kejadian infeksi yang disebabkan oleh AMR, 5) Peningkatan mutu penanganan kasus infeksi multidisiplin melalui forum kajian kasus infeksi terintegrasi. Kepala/ Direktur rumah sakit wajib melaporkan kegiatan dan indikator mutu PPRA di rumah sakit setiap tahun kepada Kementerian Kesehatan, sebagaimana tercantum dalam pasal 12 ayat 1 dan 2. Webinar “Peningkatan Kapasitas Dalam Penyusunan Indikator Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit”, dirancang untuk memenuhi harapan bagi manajemen atau komite/ tim PRA rumah sakit dalam melakukan penyusunan, analisis dan pelaporan indikator PPRA sesuai regulasi dan ketentuan yang berlaku baik secara manual maupun melalui SIRS Online.
a. Peningkatan pemahaman PPRA sebagai Program Nasional dalam standar akreditasi rumah sakit. b. Peningkatan pemahaman penyusunan indikator kuantitas penggunaan antibiotik sesuai format pelaporan c. Peningkatan pemahaman penyusunan indikator kualitas penggunaan antibiotik sesuai format pelaporan d. Peningkatan pemahaman penyusunan antibiogram sesuai format pelaporan e. Peningkatan pemahaman penyusunan indikator Multi-Drug Resistant Organisms (MDRO) sesuai format pelaporan
a. Peningkatan pemahaman PPRA sebagai Program Nasional dalam standar akreditasi rumah sakit. b. Peningkatan pemahaman penyusunan indikator kuantitas penggunaan antibiotik sesuai format pelaporan c. Peningkatan pemahaman penyusunan indikator kualitas penggunaan antibiotik sesuai format pelaporan d. Peningkatan pemahaman penyusunan antibiogram sesuai format pelaporan e. Peningkatan pemahaman penyusunan indikator Multi-Drug Resistant Organisms (MDRO) sesuai format pelaporan