PT CITRA PARAMEDIKA

Spesifik Keprofesian

Peningkatan Kinerja Organisasi

Bidan Profesi

Bidan Vokasi

Bidan Vokasi Level 5

Bidan Vokasi Level 6

painless labor in anestesia

PAINLESS LABOR IN OBSTETRIC

Tanya jawab

POST TEST

<p>Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal. Persalinan merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan persentase belakang kepala berlangsung dalam 18-24 jam tanpa komplikasi baik pada ibu ataupun janin (Wiknjosastro, 2010). Seorang ibu dalam menghadapi proses persalinan seringkali merasakan nyeri. Nyeri persalinan merupakan keadaan fisiologis atau perasaan tidak nyaman yang dialami selama proses persalinan (Klossner, 2006). Keadaan ini mulai timbul pada kala 1 yaitu di fase laten dan fase aktif. Nyeri persalinan ini dapat disebabkan oleh adanya kontraksi uterus yang terjadi secara terus menerus yang menyebabkan penipisan, dilatasi serviks dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir. Pada kala I persalinan frekuensi dan lama kontraksi uterus meningkat sehingga ibu merasakan nyeri yang tidak tertahan. Rasa nyeri ini dapat meningkatkan pelepasan hormon seperti katekolamin dan steroid yang berlebih sehingga dapat mengakibatkan penurunan kontraksi uterus, penurunan sirkulasi uteroplasenta, pengurangan aliran darah dan oksigen ke uterus, serta timbulnya iskemia uterus yang membuat impuls nyeri bertambah banyak. Nyeri persalinan merupakan kondisi fisiologis yang secara umum dialami oleh hampir semua ibu bersalin (Supliyani, 2017). Untuk mengatasi nyeri persalinan tersebut peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat diperlukan guna membantu mencegah nyeri bertambah berat Persalinan dikenal sebagai salah satu pengalaman paling menyakitkan bagi wanita, dengan derajat nyeri ringan hingga sangat berat. Nyeri persalinan disebabkan oleh faktor fisiologis (seperti kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks), serta faktor psikologis (seperti stress dan kecemasan), dan diketahui dapat menimbulkan dampak yang membahayakan baik bagi kesehatan ibu maupun bayi. Nyeri persalinan menyebabkan peningkatan stimulasi simpatis, hiperventilasi, hipoksemia, alkalosis respiratorik, penurunan perfusi uteroplasental, nyeri kronik, serta gangguan psikis jangka panjang. Painless labor (persalinan tanpa rasa sakit) dengan teknik analgesia neuraksial, seperti epidural labor analgesia, dianggap sebagai solusi efektif untuk mengurangi nyeri persalinan dan mencegah komplikasi. Beberapa kondisi klinis dan komorbiditas dalam kehamilan dapat diuntungkan dengan penggunaan painless labor, misalnya kondisi penyakit kardiovaskular, karena dinilai mampu menjaga stabilitas hemodinamik. Konsensus internasional pun menyepakati bahwa permintaan pasien saja sudah cukup menjadi indikasi dilakukannya tindakan painless labor. Hingga kini, berbagai teknik telah dikembangkan untuk meminimalisasi nyeri persalinan, baik secara intervensi non-farmakologis (seperti akupuntur, yoga, hipnosis, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), aromaterapi) maupun farmakologis (seperti inhalasi nitrous oxide, penggunaan opioid, dan berbagai teknik analgesia neuraksial). Painless labor merujuk pada metode manajemen nyeri selama proses persalinan dengan memastikan keamanan bagi ibu maupun bayi. Berkembangnya teknologi painless labor membawa peluang bagi kemajuan pelayanan obstetrik. Sayangnya di negara-negara berkembang, praktik manajemen nyeri yang memadai selama persalinan masih terbatas pada beberapa institusi pelayanan kesehatan saja. Berbagai studi menunjukkan bahwa tantangan dalam pelayanan painless labor, antara lain, faktor sosiokultural, tingkat pendidikan, ketersediaan tenaga medis yang kompeten, serta pembiayaan kesehatan. Nyeri selama persalinan tidak hanya menimbulkan rasa tidak nyaman bagi ibu/ parturien, tetapi juga dapat menimbulkan dampak yang membahayakan baik bagi kesehatan ibu maupun bayi. Adanya nyeri dapat melepaskan katekolamin plasma, seperti epinefrin, yang dapat meningkatkan resistensi vaskuler sistemik. Hal ini dapat menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta. Selain itu, pasien yang mengalami nyeri cenderung mengalami hiperventilasi hingga dapat meningkatkan konsumsi oksigen, alkalosis, pergeseran ke kiri kurva disosiasi oksigen- hemoglobin maternal, dan hipoksemia transien. Risiko terjadinya aspirasi paru juga meningkat pada maternal karena efek mekanis dari uterus gravid pada gaster dan gastroesophageal junction serta efek progesteron pada lower esophageal sphincter. Terlebih lagi, kecemasan akibat nyeri dalam persalinan juga dapat meningkatkan sekresi gastrin dan menurunkan motilitas gastrointestinal. Nyeri setelah persalinan umum terjadi dan biasanya bersifat akut. Akan tetapi, semakin parah tingkat nyeri akut yang dialami ibu, semakin tinggi risiko perkembangan nyeri menjadi nyeri kronik. Nyeri akut setelah persalinan biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan. Jaringan yang rusak tersebut melepaskan mediator inflamasi dan menyebabkan nyeri inflamatorik. Hal ini dapat menyebabkan sensitisasi lokal dan berlanjutnya nyeri meski kerusakan jaringan telah membaik. Nyeri kronik telah dilaporkan dalam berbagai telaah sistematis, seperti pada suatu studi yang menunjukkan bahwa insidensi nyeri kronik pada perineum sebesar 11% meski tanpa adanya trauma pada perineum setelah persalinan pervaginam.4 Nyeri persalinan dapat menurunkan perfusi uteroplasental akibat kontraksi uterus yang dimediasi oksitosin, vasokonstriksi arteri uterina yang dimediasi epinefrin, serta alkalosis dan hipoksemia akibat dari hiperventilasi. Gangguan pada sirkulasi uterus juga dapat mengganggu kontraksi uterus dan memicu hipoksia fetal. Nyeri persalinan berkaitan dengan kejadian distosia, suatu definisi luas dari kemajuan persalinan yang lambat, yang disebabkan oleh dilatasi serviks yang lambat atau penurunan janin yang lambat. Distosia ini berkontribusi dalam kejadian persalinan sesar yang tidak terencana. Mekanisme patofisiologi yang mungkin dari terhentinya proses dilatasi serviks, antara lain, kekuatan kontraksi uterus yang tidak adekuat, persiapan serviks dan uterus yang kurang, obesitas, infeksi, kelelahan metabolik pada uterus, serta yang cukup penting yaitu, respon stress akut maternal, seperti akibat nyeri persalinan ini. Stress maternal dengan peningkatan kadar epinefrin menginhibisi kontraksi uterus dan menyebabkan persalinan memanjang. Manajemen nyeri yang adekuat menjadi salah satu komponen pengelolaan distosia, selain watchful waiting dan pemberian augmentasi. Di sisi lain, distosia pun dapat mencetuskan nyeri yang sangat hebat hingga memerlukan analgesia. Berdasarkan uraian di atas, nyeri dalam persalinan tidak hanya menyebabkan rasa tidak nyaman bagi parturien, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan bagi kesehatan ibu dan janin. Dengan demikian painless labor memiliki peran dalam mencegah komplikasi-komplikasi maternal maupun fetal. Dari berbagai metode painless labor, analgesia neuraksial masih menjadi pilihan yang efektif.&nbsp;</p>

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal. Persalinan merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan persentase belakang kepala berlangsung dalam 18-24 jam tanpa k...

WEBINAR PAINLESS LABOR IN OBSTETRIC Angkatan 1

WEBINAR PAINLESS LABOR IN OBSTETRIC Angkatan 1

Tentang Webinar

Target Peserta

Tujuan Webinar

Kompetensi

Tanggal Pelaksanaan

No Kontak Penyedia Webinar

Konten Webinar

Ulasan Webinar dari Peserta