Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. KLB penyakit menular, keracunan makanan, keracunan bahan berbahaya lainnya masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap anggaran biaya yang besar dalam upaya penanggulangannya, berdampak pada sektor ekonomi, pariwisata, serta berpotensi menyebar luas lintas kabupaten/kota, provinsi bahkan internasional yang membutuhkan koordinasi dalam penanggulangannya.
Virus Polio adalah Virus yang termasuk dalam golongan Human Enterovirus yang bereplikasi di usus dan dikeluarkan melalui tinja. Virus Polio terdiri dari 3 strain yaitu strain-1 (Brunhilde), strain-2 (Lansig), dan strain-3 (Leon), termasuk family Picornaviridae. Penyakit ini dapat menyebabkan kelumpuhan dengan kerusakan motor neuron pada cornu anterior dari sumsum tulang belakang akibat infeksi virus. Virus polio yang ditemukan dapat berupa virus polio vaksin/sabin, Virus polio liar/WPV (Wild Poliovirus) dan VDPV (Vaccine Derived Poliovirus). VDVP merupakan virus polio vaksin/sabin yang mengalami mutasi dan dapat menyebabkan kelumpuhan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI masih menerima laporan terkait Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat virus Polio di sejumlah wilayah di Indonesia. Sebanyak 32 Provinsi dan 399 kabupaten/kota di Indonesia masuk dalam kategori risiko tinggi polio. Sejak 2022 hingga 2024, telah dilaporkan sebanyak total 12 kasus kelumpuhan, dengan 11 kasus yang disebabkan oleh virus polio tipe 2 dan satu kasus diakibatkan oleh virus polio tipe 1. Kasus-kasus ini tersebar di 8 provinsi di Indonesia, yaitu Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Banten.
Pada November 2022, pemerintah Indonesia menetapkan kejadian luar biasa (KLB) polio di Provinsi Aceh, yang dikaitkan dengan virus polio jenis cVDPV2. Untuk merespons KLB ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan mitramitra internasional memperkuat surveilans dan imunisasi rutin serta memberikan 12.416.088* vaksin polio nOPV2 dalam dua putaran sub Pekan Imunisasi Nasional (sub-PIN) di Provinsi Aceh, Sumatra Utara, dan Jawa Barat. Berdasarkan penilaian terbaru, para mitra memfokuskan upaya ke penguatan sistem surveilans dan kapasitas imunisasi rutin.
Non-Polio Acute Flaccid Paralysis (NP-AFP) yang merupakan indikasi untuk penemuan kasus polio, saat KLB ditargetkan berada di atas 3 per 100.000 populasi pada anak di bawah usia 15 tahun. NPAFP angka menunjukkan penemuan kasus anak lumpuh layu tinggi dan terlaporkan. Menunjukkan kemampuan suatu negara memonitoring dan melaporkan kasus
AFP. Pada 2023, Indonesia mencapai angka NPAFP 5,15/100.000.
Per 22 Februari, Indonesia melaporkan 4.488 kasus AFP. Setelah pemeriksaan laboratorium dan penilaian ahli, 4.154 kasus AFP ditetapkan bukan kasus polio, yang berarti Indonesia dapat mencapai angka NPAFP 6,18/100.000. Gambar 1 menunjukkan bahwa sebagian besar kasus AFP yang dilaporkan ditetapkan sebagai bukan kasus polio. Pada awal 2023, kasus-kasus cVDPV2 teridentifikasi di Aceh dan Jawa Barat. Virus pada kasus-kasus ini terbukti terkait secara genetik.
Pada 12 Februari 2024, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan kasus VDPV1 di Provinsi Papua Tengah dari seorang anak laki-laki berusia 9 tahun, dengan onset kelumpuhan pada 20 Desember 2023. WHO dan Kemenkes menjalankan investigasi lapangan dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mimika dan Dinkes Provinsi Papua Tengah.
Untuk mengantisipasi peningkatan KLB Polio dan PD3I Pada Anak dengan Imunisasi Rutin Lengkap, serta mengurangi Angka KLB Polio ini diharapkan dengan menyusun strategi perubahan perilaku sosial untuk mendukung agenda imunisasi rutin, termasuk pencegahan dan respons KLB polio. Dan melakukan koordinasi sub-PIN polio, surveilans AFP, dan upaya penguatan imunisasi rutin. Rencana tindak lanjut antara lain dimulainya kampanye sub-PIN agar meningkatkan permintaan akan imunisasi, pemetaan secara komprehensif untuk mengidentifikasi anak-anak yang belum diimunisasi, dan penyusunan mikroplaning subPIN polio di semua kabupaten/kota, dengan menekankan imunisasi kejar di daerah berisiko tinggi di 38 kabupaten. Dinkes provinsi didorong untuk memprioritaskan sub-PIN polio untuk anak usia 0–59 bulan dan mengatasi masalah cakupan imunisasi yang rendah.
Oleh karena itu penting bagi tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis Anak, dokter umum, perawat dan bidan untuk selalu memperbaharui pengetahan dalam menangani situasi ini. Melihat pentingnya topik ini, kami CV Alfatih Sukses Jaya bersama Diklat PT Medica Caring Sejahtera untuk menyelenggarakan acara daring dengan tema "Antisipasi Peningkatan KLB Polio Dan PD3I Pada Anak Dengan Imunisasi Rutin Lengkap".