RS Akademik UGM

Manajemen Kesehatan

Bidan Profesi

Tenaga Vokasi Farmasi Level 5

Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Perawat Vokasi Level 6

Tenaga Vokasi Farmasi Level 6

Bidan Vokasi Level 6

Perawat Vokasi

Dokter Spesialis Bedah Toraks Kardiovaskular

Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

Tenaga Vokasi Farmasi

Dokter

Ners

Apoteker

Bidan Vokasi

Bidan Vokasi Level 5

Apoteker Spesialis

Perawat Vokasi Level 5

Dokter Spesialis Anak

Issue Terkini Bahaya Pneumonia pada Kasus Pasien Dewasa

Penatalaksanaan Pneumonia dengan Sepsis

Bahaya Pneumonia pada Anak

Tatalaksana Pneumonia pada Anak Serta Pencegahannya

Tatalaksana Pneumonia pada Anak serta Pencegahannya

Peran Praktik Kolaborasi Kefarmasian pada Terapi Pneumonia

Diskusi dan Tanya Jawab

<p>A. Latar Belakang Pneumonia adalah bentuk infeksi saluran pernapasan akut yang menyerang paruparu. Saat seseorang menderita pneumonia, alveoli terisi nanah dan cairan, yang membuat pernapasan terasa menyakitkan dan membatasi asupan oksigen. Pneumonia membunuh 740.180 orang pada tahun 2019. Data WHO pada tahun 2020 terjadi peningkatan kematian yang disebabkan oleh pneumonia mencapai 450 juta pertahun, hal ini disebabkan karena munculnya wabah COVID-19. Serta data pada tahun 2021 kembali terjadi kenaikan kasus kematian menjadi 510 juta per tahun (WHO, 2022). Angka kejadian pneumonia di Indonesia masih tinggi dan menjadi masalah pada kesehatan di Indonesia. Data kasus pneumonia di Indonesia berdasarkan Profil Kesehatan pada tahun 2020, menyatakan bahwa jumlah kasus pneumonia di Indonesia mencapai 309.838 kasus, tahun 2021, terdapat 278.261 kasus pneumonia, pada tahun 2022, terdapat 310.871 kasus pneumonia. Jumlah kasus ini diperkirakan akan semakin mengalami peningkatan setiap tahunnya. Insiden pneumonia pada orang dewasa, khususnya pada kelompok usia 55-64 tahun, 65-74 tahun, dan 75 tahun ke atas, mencapai 2,5%, 3,0%, dan 2,9% dari 1.017.290 jiwa (Kemenkes RI, 2020; 2021; 2022). Pneumonia menjadi 14.5% penyebab kematian pada anak kelompok usia 29 hari – 11 bulan. Penyakit pneumonia disebut juga dengan The Forgetten Killer of Children atau pembunuh balita yang terlupakan karena besarnya angka kematian pada balita yang tidak diseimbangi dengan diberikannya perhatian khusus.Angka prevalensi pneumonia pada tahun 2020 mencapai 3,4 per 100 balita. Gejala klinis penyakit pneumonia yang sering muncul seperti demam, anoreksia, muntah, diare nyeri pada abdomen, sumbatan nasal atau sekret, batuk tidak efektif ataupun terdengar bunyi napas tambahan seperti mengi kesulitan bernapas seperti pernapasan cepat atau takipnea, dan terdapat tarikan dada. Gejala ini dapat mengakibatkan infeksi peradangan pada kantung udara (Alveoli) disalah satu atau kedua paru, akibatnya alveoli terisi cairan atau nanah sehingga penderita sulit bernapas. Berikut beberapa orang yang masuk dalam kategori paling berisiko terkena pneumonia adalah: Perokok aktif, memiliki riwayat stroke, bayi berusia 0-2 tahun, dan lansia di atas usia 65 tahun, penggunaan obat-obatan tertentu yang menyebabkan masalah pada sistem imun, seperti steroid, konsumsi antibiotik dalam jangka panjang, dan lainnya. Memiliki riwayat asma, gagal jantung, diabetes, HIV/AIDS, cystic fibrosis, dan penyakit kronis lainnya. Sedang menjalani kemoterapi, kondisi ini bisa membuat sistem kekebalan tubuh menurun, sehingga virus dan bakteri mudah menyerang(Notokusumo et al., 2022). Komplikasi pneumonia yang perlu diwaspadai yaitu infeksi aliran darah yang mengakibatkan sepsis. Infeksi terjadi ketika bakteri penyebab pneumonia masuk ke aliran darah. Jika tidak tertangani, bakteri tersebut bisa terus berkembang biak dan menyebabkan infeksi parah hingga mengakibatkan sepsis. Sepsis bisa menyebabkan tekanan darah turun drastis. Hal ini bisa mengakibatkan kerusakan pada banyak organ dan jaringan tubuh, bahkan dapat mengancam jiwa penderitanya (Kemenkes,2022). Community-acquired pneumonia(CAP) merupakan penyebab sepsis terbanyak. Faktor penting dalam penatalaksanaan sepsis adalah identifikasi dini sehingga dapat diberikan terapi yang sesuai dan meningkatkan luaran yang lebih baik pada pasien sepsis serta syok septik. Sistem imun mulanya memproduksi sitokin guna melawan infeksi. Sitokin merupakan protein yang berperan di dalam sistem imunitas tubuh. Pada keadaan normal, protein ini bekerja membantu sistem kekebalan melawan serangan patogen. Namun, pada kondisi tertentu, ketika menghadapi infeksi pneumonia yang tidak ditangani, protein ini diproduksi terlalu banyak, hingga mencetuskan badai sitokin. Badai sitokin menyebabkan reaksi peradangan berantai di seluruh tubuh. Kondisi ini menyebabkan pengidap pneumonia mengalami gejala awal sepsis, berupa rasa sakit di sekujur tubuh, peningkatan detak jantung, kebingungan, demam dan kedinginan, sesak napas, kulit lembap dan berkeringat, hingga tekanan darah menurun. Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, sepsis dapat menimbulkan syok septik berupa penurunan tekanan darah drastis. Kondisi ini bisa menyebabkan gagal jantung, gagal napas, stroke, kegagalan organ, hingga kematian. Penatalaksanaan pneumonia dengan sepsis melibatkan beberapa tahap, mulai dari resusitasi cairan awal hingga pemberian antibiotik yang tepat. Resusitasi cairan intravena, seperti pemberian kristaloid, penting untuk memulihkan volume sirkulasi darah. Kemudian, pemberian antibiotik empiris yang luas, diikuti dengan antibiotik yang lebih spesifik setelah hasil kultur dan uji resistensi tersedia, sangat penting untuk mengatasi infeksi. Pengobatan tambahan seperti vasopressor dan dukungan ventilasi mekanik mungkin dibutuhkan, tergantung pada kondisi pasien. Tidak hanya pada dewasa, tetapi dapat juga dilakukan pada pasien anak. Prinsip dasar tatalaksana pneumonia anak adalah eliminasi mikroorganisme penyebab dengan antibiotik yang sesuai disertai dengan tatalaksana supportif lainnya. Tata laksana supportif meliputi terapi oksigen, pemberian cairan intravena dan koreksi gangguan elektrolit pada dehidrasi serta pemberian antipiretik untuk demam. Obat penekan batuk tidak&nbsp;dianjurkan. Komplikasi yang mungkin terjadi harus ditangani secara adekuat selama masa perawatan. Pneumonia pada anak tidak harus selalu dirawat inap. Pneumonia diindikasikan untuk rawat inap apabila dijumpai pada anak usia 3-6 bulan, adanya distress pernapasan (retraksi, nafas cuping hidung), takipneu sesuai usia, saturasi oksigen. Jika diduga pneumonia bakteri, obati secara empiris dengan antibiotik, dengan mengingat riwayat yang signifikan dan patogen bakteri yang umum pada kelompok usia tertentu. Neonatus harus menerima ampisilin ditambah aminoglikosida atau sefalosporin generasi ketiga. Namun, bukan seftriakson, karena dapat menggantikan bilirubin yang terikat dan menyebabkan kernikterus. Pneumonia atipikal umum terjadi pada bayi berusia 1 hingga 3 bulan, dan kelompok ini harus memiliki cakupan antibiotik tambahan dengan eritromisin atau klaritromisin. Untuk bayi dan anak-anak berusia lebih dari 3 bulan, S pneumoniae adalah yang paling umum, yang obat pilihannya adalah amoksisilin oral dosis tinggi atau antibiotik beta-laktam lainnya. Pada anak-anak yang berusia lebih dari 5 tahun, agen atipikal memiliki peran yang lebih penting, dan antibiotik makrolida biasanya merupakan terapi lini pertama (Laksmi, 2020). Sistem perawatan pasien pneumonia menurut Kemenkes melibatkan peran tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, mulai dari diagnosis dan pengobatan di fasilitas kesehatan hingga perawatan mandiri di rumah. Tim medis berperan mendiagnosis, menentukan jenis pengobatan yang tepat, serta memberikan perawatan dan pengobatan komplikasi pneumonia. Peran tenaga kesehatan lainnya dalam melakukan penanganan pada pasien dengan pneumonia meliputi usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Dalam usaha promotif berupa memotivasi klien untuk melakukan olahraga atau bergerak secara teratur, menjaga pola makan, menghindari asap rokok, dan menjaga diri agar tetap sehat. Selain itu, usaha preventif dilakukan dengan cara memberikan pendidikan kesehatan mengenai pneumonia serta komplikasi pneumonia. Dari segi usaha kuratif, dengan cara melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan. Sedangkan dalam usaha rehabilitative, tenaga kesehatan menganjurkan untuk melakukan rehabilitasi fisik atau pengistirahatan sejenak untuk memaksimalkan proses penyembuhan dan membiasakan untuk menjalani pola hidup yang baik dan sehat. Kolaborasi tim medis dan tenaga kesehatan lainnya sangat penting dalam penatalaksanaan pneumonia untuk memberikan perawatan yang holistik dan efektif.Berdasarkan uraian diatas, banyaknya kasus pneumonia pada dewasa dan anak masih menyebabkan masalah serius karena dapat mengakibatkan komplikasi yang mengancam jiwa, seperti gagal organ, infeksi aliran darah (bakteremia atau sepsis), dan bahkan kematian. Pentingnya update keilmuan berupa seminar bagi tenaga medis dan kesehatan. Seminar ini membantu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam diagnosis, pengobatan, dan pencegahan komplikasi pada pneumonia, termasuk penggunaan antibiotik yang bijak untuk mencegah resistensi. Bagi masyarakat, seminar ini penting untuk meningkatkan kesadaran tentang pneumonia, gejala-gejala, cara mencegahnya, dan pentingnya vaksinasi, terutama untuk kelompok berisiko tinggi seperti lansia, anak-anak, dan penderita penyakit kronis. Oleh karena itu,dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan peningkatan pelayanan profesi kesehatan Generation Medical Event (GME) bersama Rumah Sakit Akademik UGM bermaksud menyelenggarakan webinar kefarmasian dengan topik “Bahaya Peningkatan Kasus Pneumonia di Indonesia</p>

A. Latar Belakang Pneumonia adalah bentuk infeksi saluran pernapasan akut yang menyerang paruparu. Saat seseorang menderita pneumonia, alveoli terisi nanah dan cairan, yang membuat pernapasan terasa menyakitkan dan membatasi asupan oksigen. Pneumonia m...

Bahaya Peningkatan Kasus Pneumonia di Indonesia Angkatan 1

Bahaya Peningkatan Kasus Pneumonia di Indonesia Angkatan 1

Tentang Webinar

Target Peserta

Tujuan Webinar

Kompetensi

Tanggal Pelaksanaan

No Kontak Penyedia Webinar

Konten Webinar

Ulasan Webinar dari Peserta